saya wahyu...angkatan 2006 arsitektur UNS
sketsa tersebut saya buat dalam rangka diskusi 'MELIHAT GEJALA ARSITEKTURAL' di boulevard UNS pada saat ngabuburit sekitar jam 5 sore tanggal 4 September 2008.
Banyak sekali pengalaman yang baru yang bisa saya serap dari menit ke menit berada disana. Pada saat saya memulai membuat sketsa, jumlah manusia yang ada di boulevard tidaklah begitu padat...yah dapat dilihatlah di dalam sketsa saya, walaupun sebenarnya tidak sesedikit itu juga...hehehe...
namun yang terjadi pada saat saya selesai sketsa (taruhlah 5-10 menit saya membuat sketsa), suasana sepanjang boulevard sangatlah berubah drastis...
banyak yang datang...banyak yang lalu lalang...
selain itu juga terdapat beberapa 'gejala' yang secara biasa memang ada namun dapat menimbulkan beberapa pertanyaan....seperti tiba-tiba terdapat ruang parkir 'darurat', lalu ter dapat titik-titik dimana manusia (yah bukan cuma mahasiswa yang ada di boulevard kan??) banyak berkumpul, mahasiswa yang lalu lalang yang bila jeli memperhatikan maka bisa dilihat terdapat beberapa kemiripan di mereka yang berkumpul, yang jalan bareng, yang nongkrong dan lain-lain....(ngutip loh dari kata-kata bu ummul..hehehehe)
........other experience............
Satu pengalaman lagi dalam mengamati gejala arsitektural yaitu saat saya dapat kesempatan untuk jalan-jalan ke Sentul....bukan perumahan 'Bukit Sentul'-nya, namun beberapa kilo lagi diatas perumahan tersebut.
yang pertama saya komentari begitu sampai ke tujuan yaitu kampung 'bojongkoneng'...."koq berdekatan tapi beda sejauh ini ya??????"
entah bagaimana perbedaan antara perumahan sentul yang begitu megah dan tertata rapi bersandingan dengan kampung bojongkoneng yang masih begitu tradisional...anehnya, penduduk kampung harus melewati pintu gerbang perumahan yang megah dulu baru sampai ke kampungnya...
aneh memang...
satu lagi yang saya masih terheran-heran yaitu kehidupan sosial di kampung yang begitu membumi dan juga sepertinya semua orang di kampung itu saling tahu dan mengenal baik orang lain yang tinggal di kampungnya..(itu sih kayaknya hampir di setiap kampung...beda dengan kota...yang sama tetangga sebelah rumah saja tidak tahu namanya siapa...uops...pengalaman)
hal mengenai kehebatan orang kampung tersebut terbukti saat saya dan teman2 yang kebetulan mendaptkan kesempatan untuk melihat secara langsung daerah tersebut, berkeliling ke sekitar kampung...menuju ke curug (air terjun) yang jauhnya amit-amit lewat sawah, sungai, hutan kecil yang kalau saya kira sudah beda kampung ternyata begitu bertemu yang jaga curug mereka kenal dengan orang yang punya rumah tempat kami menginap...suatu hal yang mungkin tidak ada di kota, walaupun Jakarta hanya beberapa menit dari kampung tersebut...
yah mungkin sebatas itu dahulu yang dapat saya ceritakan saat ini, walaupun sebenarnya masih banyak hal yang bisa saya ceritakan tapi mata saya ga kuat lama-lama di sepan komputer...hehehe....so kalau lain kali ada kesempatan lagi mungkin bisa saya sambung...
thank you
regrads,
Wahyu Adi Soleh Mualim
wahyu adi wahjoe_adi44@yahoo.co.id
Bulan ramadhan emang bulan penuh berkah, ya n pasti itu berlaku bagi smua orang, pakagi bagi pedagang makanan, begitu pila bagi mahasiswa UNS. Salah satu tempat yang paling rame di kampus UNS menjelang buka puasa adalah bulevard. Klo dah mendengar kata bulevard pasti yang teniang pertama adalah banyaknya mahasiswa yang nongkrong palagi di bulan puasa kayak gini.
banyak kejadian yang terjadi di bulevard saat menjelang buka puasa, dari aktifitas mahasiswa yang cuma nongkrong sambil manunggu buka, pedagang yang sibuk menata stan jualan, pemintaminta yang hilir mudik dari satu orang ke orang lain, dan masih banyak yang lainnya.
betapa ramenya bulevard saat menjelang buka puasa, bahkan mungkin klo disamakan ama pasar impres ya ramenya hampir sama. gak cuma nongkrong doang tapi banyak mahasiswa yang memanfaatkan momen ngabuburit dibulevard ini sebagai ajang mencari kenalan, ada juga anak-anak dari klub fotografi yang untuk kebolehan dengan mengambil momen-momen terbaik yang mereka temui saat hunting disana. huh pokoknya rame banget dan riuh pikuklah pokoknya. gambaran bulevard yang angkuh dan kokoh berdiri sebagai pintu gerbang utama masuk UNS serasa runtuh kewibawaannya saat terjadi momen seperti ini, ya lebih mirip tu gerbang UNS sebagai kiasan ataupun background buat suasana ngabuburit bareng seh.
selagi menunggu buka puasa ternyata banyak hal yang dapat diperoleh dari nongkrong di bulevard, banyak ketemu teman ya sekalian menjalain silaturahmi, bisa juga malah dapat kenalan, juga dapat traktiran........ya bisa itu salah satu berkat di bulan Ramadhan lho.....
aneka makanan disuguhkan disana, mulai dari kolak, es buah, anaka gorengan, somay, bahkan warung hek pun juga ada, wah pokoknya ala mahasiswa banget dah harganya......hehehehe.......
ya selain pedagang yang memajang barang jjualan mereka, mahasiswa juga tak mau kalah dengan memajang sepeda lotor mereka karena tidak ada tempat parkir seh, tapi suasana tersebut memeng menjadi ciri khas ngabuburit ala anak kampus.
gak semua yang nongkrong da bulevard tu mahasiswa tetapi segala umat deh klo boleh dibilanmg, yang dari anak-anak sampai aki-aki n nenek-nenek juga ada......rame, menyenangkan, skaligus membahagiakan. animo dari tempat ini sangat terasa wah bagiku dan membuatku rindu buat merasakan suasana yang seperti ini lagi...
ya dari pengalaman nongkrong skalian ngabuburit di bule vard tersebut banyak hal menarik yang dapat saya lihat dari kehidupan ini, mulai dari ekpesi orang yang sedih, kelaparan, samapai yang senang dan bahagiaa itulah keajaiban dan keindahan di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.......
ya itu sebagian yang dapat saya laporkan dari hasil ngabuburit brsama anak-anak matkul KKL, ternyata nongkrong sampil ngabuburit bukan hal yang pantas bbuat dilewatkan, ya walaupun cuma bersenang-senang tapi juga bisa skalian menjalankan ibadah n mendatangkan spirit yang baru setekah seharian berpuasa. betapa hebat animo pengunjung sehingga dapat merubah citra bulevard kampus yang sangat megah menjadi sangat welcome bagi semua umat baik dari berbagai kalangan........hal tersebut juga sangat mem buat UNS menjadi sangat mene rik buat dikunjungi dan terlihat sangat WAh bagi masyarakat juga mahasiswa. batepa bangganya saya menjadi anak UNS bisa merasakan animo yang sangat berkesan ini di kampus saya sendiri (gak bohong lho..)
YUANITA SETYO ATRI
I 0205126
Tour de
Ironi adalah sebuah substansi, sedangkan yang mengikutinya adalah sebuah kompensasi. Itulah makna yang bisa saya tangkap dalam tour saya kali ini.
Sebenarnya, inti perjalanan saya dalam rangka menjenguk teman yang sedang sakit dan membutuhkan dukungan sehabis operasi berat. Itu substansinya. Tapi apa daya, manakala perjalanan tersebut menimbulkan kompensasi, sebuah perjalanan rekreasi, saya hanya menerima dengan senang hati tentunya. Hehehe
Perjalanan yang tidak seberapa ini entah mengapa begitu membekas di hati saya. karena yang pertama tentunya kenekatan kami, tiga orang perempuan, memutuskan untuk mengembara hingga
Pagi hari kami berangkat bersama dengan hati tanpa prasangka dan praduga. Dengan gembira dan wajah riang karena ini merupakan perjalanan panjang pertama kami, sepeda motor dipacu dengan kecepatan sedang. Rupanya, satu sebab menarik akibat. Ban sepeda temanku bocor. Saya menganggap ini akibat kebohongan kolektif yang dia ciptakan sendiri demi memuluskan jalan kami menuju Kediri. Syukur-syukur kalau akibatnya hanya ban bocor saja, kalau akibat kebohongan itu sampai memakan korban jiwa, saya tidak tahu apa saya masih bisa tidur nyenyak saat ini atau tidak.
Dan untungnya, ban bocor itu satu-satunya hambatan kami mencapai Kediri.
Setelah tiba di Kediri, teman yang kami jenguk sudah dalam keadaan lebih baik, dan sudah dirawat di rumah. Kami hanya menjenguknya sebentar karena malamnya kami memutuskan untuk menginap di rumah saudara teman kami di Pare. Sebelumnya, atas nama kesopanan dan persaudaraan, kami harus berjalan-jalan mencari oleh-oleh sebagai tanda mata untuk saudara teman saya itu.
Rupanya, ban bocor saja tidak cukup sebagai kompensasi kebohongan publik teman saya itu. Di perempatan jalan, motor yang ia kendarai hampir jatuh karena licin jalan sehabis hujan. Saya tidak sempat menyaksikan kejadian itu, sampai tiba-tiba dia berjalan tertatih-tatih menyusul kami yang sudah berada di depan.
Akibatnya, kami memutuskan tidak berkendara untuk menuju ke rumah saudara tempat menginap, tapi kami meminta saudara temanku menjemput.
Di Pare. Rumah saudaranya teman saya rumah Jawa sekali. Kami tiba dengan kondisi lelah dan lapar serta kebutuhan mandi yang amat sangat, sehingga saat itu yang terpikir hanya makan, mandi dan beristirahat di atas kasur yang lembut.
Kamar mandinya terpisah dari WC, dan sangat natural sekali, maksudnya saking menyatunya dengan alam, kita dapat melihat pekarangan belakang rumah yang gelap lewat lubang-lubang bilik bambu dan merasakan semilir angin malam yang berhembus melalui ventilasi batang bambu yang diletakkan setinggi leher saya. Agak kurang nyaman bagi saya melihat pemandangan luar selagi saya mandi, apalagi saat itu pukul sembilan malam! Yah, rupanya Tuhan senang mempermainkan nyali hambanya. Tepat saat saya mandi, lima menit kemudian lampu mati. Maka gelaplah seluruh jangkauan mata tempat saya memandang. Bahkan tidak terlihat sinar rembulan dari luar yang setidaknya dapat memberikan sumbangan cahaya untuk mata. Maka timbullah pemandangan-pemandangan aneh akibat sugesti dari pikiran, dan melayang-layang di benak saya. Sekiranya ada kuntilanak, pocong, atau bahkan ada genderuwo yang doyan ngintip orang mandi, pasti saat ini saya menjadi korbannya. Tapi sejujurnya, yang membuat saya takut bukan makhluk-makhluk tak kasat mata seperti mereka itu. Saya jauh lebih takut kalau-kalau saya salah mengambil ular yang dikira gagang gayung. Atau salah mengambil laba-laba besar dikira spons badan.
Untungnya, kegelapan tidak menghampiri saya terlalu lama, tapi dengan kuantitas yang sangat maksimal. Maksudnya, 3 detik terang, 1 menit gelap, dan begitu seterusnya selama saya di kamar mandi. Untungnya saja, saya tidak memiliki keinginan untuk membuang hajat. Karena apabila panggilan alam sudah terasa, saya harus berjalan keluar rumah di tengah kegelapan sekedar bercengkerama dengan WC dan kakus.
Bagaimanapun keadaan rumah itu, saya tetap nyenyak-nyenyak saja tidur di kamar meski harus berbagi kasur dengan kedua teman saya.
Esok paginya sangat menyenangkan. Terkesan dengan pengalaman bergelap-gelapan dalam kamar mandi, saya melampiaskan perasaan haus akan cahaya dengan berjemur di halaman depan rumah. Halaman yang cukup luas itu ditanami pohon mangga yang sayangnya belum berbuah. Berbatasan dengan jalan, saya melihat aktivitas masyarakat setempat yang mulai menggeliat. Dasar memang narsis, kami mengabadikan kegiatan eksplorasi kegiatan warga pagi hari dengan menggunakan kamera. Tapi tentunya yang kami abadikan adalah muka kami sendiri bukan kegiatan warga yang menjadi objek secara tidak langsung. Dunia memang tidak adil, tapi inilah hidup! Hehehe.
Bosan hanya berada di depan, kami memutuskan menjelajah ke area belakang rumah, apalagi sabda alam di pagi hari sudah harus dituntaskan, alias membuang hajat. Tidak kalah mengerikannya dengan kamar mandi, WCnya hanya berupa batang-batang bambu belah yang dipatok dan dibuat seperti kandang ayam dengan sebuah urinoir di tengah-tengah. Saat kita jongkok mematung di atas kakus, kita akan dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi seekor ayam yang berada di dalam kandang ayam. Benar, bagi saya pribadi saya merasa tidak nyaman dan tidak berasa menjadi manusia saat menggunakan toilet itu. Tapi itu belum seberapa kalau mendengar kebiasaan suku daerah lain yang terbiasa buang air langsung di tengah-tengah pekarangan atau sungai.
Ternyata, di belakang rumah terdapat tambah lele dan kebun yang sangat luas. Saya sempat berpose dengan seekor lele dan hasilnya, hampir saya merelakan pipi kanan saya dicium mesra oleh si lele tersebut. Benar-benar tidak tahu diri lele itu, seperti pungguk merindukan bulan, jatuh cinta pada anak manusia yang berbeda spesies! Hehehe. Maaf, tadi hanya intermezo saja.
Pekarangan belakang rumah lebih menarik untuk dijelajahi. Setelah melewati kebun dengan berbagai spesies hayati yang ada di dalamnya, dari yang paling besar sampai tanaman yang entah dari bagian mananya bisa digolongkan dalam jenis vegetasi, kami sampai pada sebuah sungai yang lumayan besar dengan dilengkapi pintu air. Begitu indahnya pemandangan desa, lagi-lagi kami tidak dapat menahan keinginan dalam diri untuk melakukan pose sesuai kemampuan kami yang pas-pasan di depan kamera. Sayangnya, hari beranjak siang, memaksa kami melanjutkan perjalanan menuju rumah neneknya teman saya, yang letaknya di pegunungan. Sebenarnya kami berencana untuk pulang pagi itu juga, namun desakan kerinduan sang nenek terhadap cucunya lebih kuat menarik kami dibandingkan keinginan kami untuk segera pulang ke Solo. Apa boleh buat, dalam keadaan bingung bercampur senang, kami pergi ke rumah nenek. Dan hasilnya sangat tidak mengecewakan, walau hanya berkunjung sebentar, kami sempat memenuhi panggilan jiwa kami sebagai seorang model. Foto.
Siangnya kami memutuskan untuk langsung pulang dari Kediri, tapi ternyata teman dari Ngawi ingin mengajak kami jalan-jalan. Alhasil, kami janjian bertemu dengannya di depan gedung kejaksaan. Sore hari sampai di Ngawi, kami langsung berangkat ke rumahnya yang menurut pendapatnya amat sangat dekat sekali itu padahal kenyataannya kami harus melewati hutan dan area persawahan dengan jalan-jalan yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah setempat. Lubang menganga dimana-mana dengan gelombang aspal yang membuat kami seakan-akan sedang surfing di Kute. Tidak sampai di situ saja, sesampai rumahnya kami langsung pergi mengunjungi wisata sungai yang dianggap cukup layak menjadi tempat wisata. Rupanya perjalanan menuju kesana harus melewati jalanan yang tidak ramah dengan kendaraan bermotor. Batu-batu besar dan pasir seakan menantang kami untuk melewatinya dengan berjalan kaki. Di sisi kanan kiri berderet sawah-sawah hijau yang menenteramkan mata. Dan ternyata benar, ada kompensasi dari keinginan bersusah payah kami. Tiba di suatu hutan, pemandangan berganti dengan pepohonan jati yang tinggi angkuh menjulang dengan ilalang-ilalang yang tingginya mampu menelan manusia. Sungguh kuasa Tuhan yang luar biasa, Dia menciptakan sketsa alam yang tiada bandingannya di bumi ini. Perpaduan harmoni warna hijau, kuning, dan putih yang serasi seakan menghanyutkan alam pikir kami dalam keterbatasan kami mencermati alam. Namun perjalanan belum berakhir, kami harus sampai ke Sungai, tempat tujuan kami. Tidak kalah indahnya, sungai yang ditunjukkan teman saya ternyata benar indah adanya. Dengan sebuah jembatan yang membentang, dan dua buah patung naga yang menyambut kami, sesorean kami habiskan dalam wisata mensyukuri keindahan alam tersebut. Ada kejadian yang lucu saat berada di jembatan. Teman saya sangai ingin berfoto di atas jembatan dengan posisi kami mengambil gambar dari bawah jembatan. Rupanya dia tidak tahu kalau di bawah jembatan, bertepatan dengan arah pandangnya, ada seorang bapak yang sedang mandi telanjang di sungai. Maka merahlah mukanya demi mendapati pemandangan yang tidak bisa dibilang indah tersebut. Anehnya, bapak yang diintip itu tidak merasa risih atau malu, dengan cuek ia melanjutkan mandi sorenya. Rupanya, sungai itu memang sering digunakan untuk padusan atau mandi demi keinginan-keinginan tertentu. Biasanya kalau kita menelusuri sungai, kita akan melihat banyak sesajen di gunung-gunung yang membatasi sungai tersebut. Menurut mitos, di sanalah orang-orang sering mencari kekuatan gaib atau sekedar bersemedi.
Tak terasa waktu hampir magrib, kami tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Solo karena dua hal. Yang pertama, langit sudah terlalu gelap dan bahaya kalau kami memaksakan pulang malam ini. Yang kedua, ternyata di Solo sedang hujan es. Kami pun menunggu besok untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Pagi harinya, kami masih memiliki dorongan hati yang kuat untuk menjelajahi Ngawi, karena kata teman saya pemandangan di atas gunung dan kebun-kebun teh sangatlah indah. Semua sepakat, pagi-pagi kami melaju menuju pegunungan. Tidak berbeda dengan Kemuning di Tawangmangu, pemandangan kebun teh yang terhampar memang indah dengan background matahari pagi yang cerah. Mungkin yang membedakan hanya jalan menuju ke gunung yang semakin tidak manusiawi dengan batu-batu sebesar lengan kaki manusia. Tapi semua terbayar ketika semakin ke atas, semakin terasa kecilnya kota seakan berada di bawah telapak kaki.
Ngawi, dengan segenap keindahannya yang mengagumkan, mungkin akan dapat memikat wisatawan seandainya pemerintah mau konsen dan fokus dalam mengembangkan potensi wisata yang ada di Ngawi.
Dua hari di Ngawi kami rasa cukup, kami harus kembali ke Solo, dimana orang-orang yang menyayangi kami sudah menunggu. Rasanya aku sudah sangat rindu dengan lembutnya kasurku dan sapa merdu adikku serta ributnya makhluk-makhluk kos yang menungguku pulang.
Ah, Solo. Aku pulang.
Rizka A
I0205109
nita atri nita_atri@yahoo.com
BOGOR-JAKARTA Via KRL
Sekarang mari kita nikmati perjalanan Bogor-Jakarta VIA KRL. Dalam konteks ini KRL yang dimaksud bukanlah KRL eKSPRESS Pakuan yang serba dingin, bersih, on time, teratur dan berongkos diluat kewajaran bagi kelas pekerja kebanyakan. tapi KRL biasa yang SEMUA keadaanya merupakan antonim dari KRL Ekspress Pakuan walaupun mereka berjalan di rel yang sama. Sedikit informasi, KRL beroperasi mulai jam 5 pagi sampai kira-kira jam 9 malam. Perjalanan kita mulai dari Stasiun Bogor jam 6 pagi, jam tersibuk diantara semua jam-jam yang lain dimana semua orang mulai dari pekerja, mahasiswa, murid sekolah, pedagang dll tumpah ruah menggungan sarana transportasi yang tidak manusiawi ini. Kereta mulai bergerak jalan pada pukul 6.15, padahal di jadwal harusnya berangkat pukul 05.45 (masih pagi saja sudah telat). sedikit deskripsi tentang interior KRL ini, satu gerbong memiliki 4 pintu masuk dan keluar dengan kursi saling berhadap-hadapan serta berkapasitas normal 40-50 orang baik duduk dan berdiri. dimana-dimana terlihat petunjuk kereta dalam bahasa Jepang (maklum kereta hibah dari Jepang). Tidak ada perangkat-perangkat pendukung keselamatan seperi hydrant, pemecah kaca rem darurat sehingga setiap pengguna wajib menjaga diri sebaik-baiknya. di atas kursi terdapat besi-besi melintang yang dimaksudkan sebagai tempat meletakan tas atau barang bawaan lainnya, tapi lebih sering kosong (siapa yang rela barangnya diletakan di tempat setidakaman itu). ok, cukup sekian deskripsi interior KRL ini. dari Stasiun Bogor debit pengguna masih dalam batas ambang kewajaran. rata-rata setiap gerbong terisi hampir setengahmya. memasuki stasiun Cilebut keadaan semakin memburuk...debit penumpang semakin meluap, gerbong telah dipenuhi berbagai macam mahluk ciptaan Tuhan...fuuuh, padahal masih lebih 10 stasiun lagi untuk sampai di tujuan. Stasiun berikutnya adalah Bojong Gede dan Citayam. disinilah teror sebenrnya dimulai...semakin banyak orang yang menggunakan jasa transportasi ini...seluruh gerbong benar-benra terisi...sampai ke atas gerbong, bila ingin membayangkan, 1m2 ditempati 4-6 orang...!no more space! bila anda kira kereta sudah terisi penuh, anda salah, di stasiun Depok penumpang semakin membludak, heran saya...mereka kok masih bisa masuk, padahal tidak ada yang turun dari kereta...!tapi di stasiun depok dan selanjutnya pondok cina banyak naik mahasiswi-mahasismi UI ynag wangi, segar dan cantik...lumayan untuk refreshing...!Selanjutnya stasiun UI..nah, para mahasiswa-mahasiswi UI calon penerus bangsa turun di stasiun ini...debit agak sangat sedikit berkurang...mayoritas penumpang yang masih tersisa adalah orang-orang kantoran, tionghoa yang igin segera membuka tokonya di pasar minggu, kuli panggul, pengamen, pedagang...uups hampir lupa, sedikit cerita, dalam kereta sepenuh itu masih ada saja pedagang yang menawarkan dagangannya...padahal bawaan mereka juga tidak sedikit, tapi masih saja bisa santai berjalanan di tengah lautan manusia..keajaiban dunia nomor 3....!lebih aneh lagi barang dagangannya...masih wajar kalo cuma koran, air meneral, rokok, ataupun aksesoris!tapi ini bernacam-macam barang dijual..mulai dari gembok, penggaris, obemg, minuman untuk berbuka (padahal masih baru sahur), lem tikus, sapu, kemoceng, nuah-buahan lengkap, roti, dan yang paling aneh yang pernah saya temui...jualan tabung gambar!!!
Selanjutnya Universitas Pancasila....lumayan banyak juga mashasiswa yang turun...rute selanjutnya adalah lenteng agung dan tanjung barat... tidak ada perubahan berarti, masih penuh sesak dangan aroma pagi yang menyengat...masuk pasar minggu..saatnya wapada penuh, pencopet dan para fetish banyak ditemui disekitar satasiun ini, bila ponsel anda berdering bersiap-siaplah membeli ponsel baru beserta nomor baru!!!juga bagi wanita-wanita yang meras cantik dan bertubug sintal siap-siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk mengalami pelecehan...sebaiknya anda memeaki baju yang agak tertutup...!Setelah Pasar minggu sepanjang perjalanan kita akan disuguhi kerasnya kehidupan jakarta..mulai dari stasiun kalibata, duren, cawang dapt kita perhatikan bagaimana kehidupan rakyat kecil di kota beasr yang sebenarnya..tidak usah diceritakan saya yakin anda semua sudah tahu...masuk manggarai nih...wuaah...lumayan banyak yang turun, kereta yang tadinya sangat penuh jadi penuh saja...sekarang memasuki rel atas Jakarta...dari sini dapat kita lihat sisi lain jakarta...gedung yang tinggi menjulang, monas, istiqlal. busway, mobil yang berlalulalang...kontras dengan pemandangan pemukiman tepi rel yang kumuh..cikini, gondangdia, gambir, juanda,sawah besar, mangga besar dan Jayakarta terlewati dengan sukses..tidak berasa apa-apa karena kita sibuh disuguhi pemandangan indah ibukota...pada akhirnya kita dapat melihat jalur rel yang banyak dan berliku-liku, itu tandanya kita sudah hampir dampai ke tujuan akhir, Stasiun jakarta kota...perbandingan bertambahnya jalur rel sebanding dengan banyaknya bertambahnya rumah kumuh penduduk...akhirnya kerta sampai jam 6.15 tepat dan disinlah perjalan kita berakhir...semua penumpang turun dan seharian sibuk dengan urusan mereka masing-masing sampai sore menjelang dan rutinitas itu terulang lagi...di tengah padatnya kehidupan kota KRL tua tersebut tetap setia menjalankan tugasnya walaupun dengan nafas yang terengah-engah...
Tomy Arief me_architecture@yahoo.co.id
... (belum ada judul)
Memulai petualangan dalam selembar tulisan, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan. Namun ternyata begitu memulai ada kenikmatan tersendiri ketika kita menuliskan satu persatu kata yang kemudian menjadi rangkaian petuangan dalam menjelajah pikiran. Kesulitan yang lain atau lebih tepat jika di bilang kebingungan lain yang saya dapatkan adalah menentukan pengalaman mana yang akan saya bagi dalam tulisan ini, karena ada banyak pengalaman yang bisa dan ingin sayai bagi, tentunya akan ada banyak waktu untuk berbagi ( setidaknya dalam satu semester ini ), tapi sebagai starting point dari proses belajar berbagi pengalaman ini saya akan akan memulai dengan pengalaman yang saya alami sendirian( ber-2, kika sepeda ontel saya masuk hitungan ),.
Berniat dari kos untuk hunting foto pameran KFA, dengan modal kamera Canon EOS milik kampus yang saya pinjam dan Sepeda “Kebo”, yang menjadi satu – satunya kendaraan yang saya punya saat ini, saya berangkat dari kos, dari saat geosan pertama sepeda, saya sudah menikmati dan mendapatkan perasaan yang berbeda,… Sendirian,… naek sepeda “Kebo”,…jalan – jalan,… rasanya benar,..benar mantab. Seiring dengan ayunan roda sepeda ternyata saya sadar bahwa saya belum punya tujuan ingin kemana..,,akhirnaya rencana awal untuk hunting menjadi tergeser ketika merasakan ternyata nikmat juga jalan-jalan naek Sepeda,.rencana hunting pun seketika berubah menjadi jalan-jalan,..sepeda saya tarik lagi, semakin menjauhi kos,.inisiatif pertama yang muncul dikepala adalah saya ingin ke Bale Kambang, karena belum perrnah kesana,.maka saya kayuhlah sepeda kesana,.jalan yang saya lalui sebenarnya sama dengan jalan yang biasa saya lalui jika ingin ke Manahan, namun saat jalan tersebut saya lalui dengan cara yang berbeda ternyata,. Rasanya Luar biasa berbeda.setiap jalan yang saya lalui terasa lebih ramah menyapa saya ( mungkin hal yang juga dirasakan oleh para pengendara sepeda di solo ).Setelah merasakan keramah taman Bale kambang yang menjadi payung peneduh kota Solo, saya tarik sepeda menuju daerah kota barat, dan lagi-lagi rasanya sangat berbeda dengan sebelumnya,.ternyata ada banyak hal yang saya lewatkan ketika jalan –jalan ke kota barat dengan motor,.dengan sepeda saya bisa melihat dengan lebih seksama apa yang dipersiapkan para pedagang disana, melihat ternyata ada lebih banyak pengamen yang sedang bersiap untuk unjuk gigi dari yang kira,.roda sepeda berhenti sejenak diwarung rokok, baru kemudian berputar lagi, akhirnya saya memilih untuk menjelajahi jalan Slamet Riyadi, sekaligus jalan yang saya ambil untuk perjalanan pulang ke kos,.Setelah keluar dari kawasan kota barat dan memasuki kawasan Slamet riyadi lagi-lagi sensasi berbeda dapat saya rasakan dari atas jok sepeda saya,. Menikmati perjalanan didaerah slamet riyadi dengan menggunakan sepeda benar- benar berbeda dengan menggunakan motor, ada banyak hal yang bisa saya rasakan di sana, jajaran took-toko yang menjadi pusat perhatian tentunya tidak luput dari pandangan, namun hal-hal kecil lain yang ada disana juga ikut dapat saya rasakan, angkringan-angkringan yang ada disana yang tertutup pandangan oleh toko –toko dapat saya lihat dan rasakan dengan seksama, dan banyak hal lain yang tentunya sangat menarik, seiring dengan laju sepeda saya, saya pun akhirnya sudah berada pada perjalanan pulang ke kos, yang menandakan bahwa berakhir pulalah perjalan saya hari itu,
Banyak hal baru yang saya dapatkan pada perjalanan itu, jalan- jalan yang biasa namun dilakukan dengan cara yang berbeda ternyata menghasilkan banyak perbedaan, hal-hal yang terlewat dari pandanag sepintas jadi lebih termakna, perjalanan yang kali ini saya bagi, tentunya menjadi awal yang sangat menarik untuk memulai jalan- jalan berikutnya.
Rahmat Hidayat
I 0206094
Tugas 1
Jelajah Arsitektur
Crazy Cetho Trip; Petualangan Pertama Menuju Peradaban yang Hilang
Aaah, Crazy Cetho Trip sudah selesai! Setelah makan sekali lagi (cewek-cewek tukang makan semua ne...) kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sepertinya tidak ada alasan untuk kapok jalan-jalan lagi bersama, tapi memang Atoz biru Donal Bebek itu harus menginap di bengkel beberapa hari sesudahnya karena kelelahan.
~ Sum short story from Lesmi Mitra F I 0205084 ~
Lesmi M Fatimah simple_poem4787@yahoo.com
... (belum ada judul lagi)
Assalamu’alaikum.....
“CRAZY CETHO TRIP” namun tampaknya Mimi(Lesmi) take that part, lalu aku putuskan berbagi cerita yang lain..
“Kita mau makan apa?”
“Kita mau kemana?”
“Mau makan apa kita?” dst.............
“Masuk tepi atau tengah?” dst....
HENING banget,
MENYENANGKAN......
Kebahagiaan tak berlangsung lama, sang Supir mulai kehilangan arah, nah disaat inilah keahlianku berguna. For note dari kami berlima aku yang paling dianggap cakap with BASA-BASI STUFF yang perlu keahlian berbahasa jawa dengan orang tua. Nah.... tiap kali nyasar akulah yang menjadi ujung tombak pribahasa “Malu bertanya, sesat di jalan” jadi berhentilah kami di sebuah warung, dan aku beraksi dengan ibukNa bakul, he5x
Setelah melalui satu perkampungan kami melaju lagi di tengah hamparan sawah yang tak kunjung habis. DESPERADO..... SUCIDO.....
Demi menghapus keraguan, sekali lagi aku harus bertanya pada bapak bakul warung.
“napa mboten wonten ingkang sanes pak?”
“NGGIH NAMUNG NIKU, MBAK.”
Kwak...........kwak...............kwak......................
Akhirnya.................... kembali menyusuri jalan yang tadi telah dilalui, dan tibalah kami...........
Its heaven.............
“Mang Engking” adalah tempat makan dengan rasa khas Sunda, dibangun di atas tambak dengan material bambu, seakan mengambang di atas tambak.”
Mungkin ketika melihat gambar anda berfikir, air di
Its HEAVEN...................
1 komentar:
Wah....Rame juga akhirnya...
Padahal dalam beberapa hari cuman ada mba lesmi doank yg isi....
Hehehe....
Nice work....Keep on going...
Regrads,
Wahyu Adi
Posting Komentar