Sabtu, 06 September 2008

Diskusi Mengenai "MELIHAT" dan "GEJALA ARSITEKTURAL"

Ini lontaran diskusi yang disampaikan via e-mail ke kkl_arsitekturuns@yahoo.com
dari Lesmi M Fatimah
________________________________________________________

Kepada Pak Kahar, Pak Edy, dan Bu Ummul; Fasilitator KKL yang terhormat,

Saya Lesmi, salah seorang yang mendaftar jadi petualang jelajah-arsitektur. Sebelum beranjak kepada tugas menulis, saya ingin sharing sedikit dan bertanya tentang tugas menulis itu sendiri. Maaf sebelumnya kalau kata-kata saya ada yang kurang berkenan. He9!

Terasa aneh bagi saya ketika pertama kali mengikuti ‘perkuliahan’ (well, actually it should be called ‘perbincangan’) di sore hari yang malas di bulan puasa, di kanopi pula, dengan mahasiswa seadanya. Saya juga belum sempat membaca pengumuman di pengajaran soal kuliah pertama KKL ini. Belum ada bekal untuk kuliah pertama dan cenderung ikut luntang-lantung. Dan setelah beberapa menit hingga menuju ke satu jam, mulai saya mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi (kaya’ kejadian besar aja). Acara ngabuburit di boulevard saya tinggalkan karena Mami baru pulang dari perjalanan Negeri Padang Pasir tetapi begitu sampai rumah saya sempatkan buka internet dan searching jelajah-arsitektur.blogspot.com yang tadi heboh dibicarakan. Setelah membaca tulisan di blog, saya baru lebih ‘ngeh’. Ternyata pengumuman di pengajaran tadi itu tulisannya, “Dapatkan pengalaman dan kepekaan dalam “melihat” gejala arsitektural di Boulevard UNS menjelang buka puasa. Temukan inspirasi desain di/dari pengalaman yang Anda dapatkan. Sajikan pengalaman Anda tersebut dalam bentuk tulisan, sketsa dan foto. (kirim file Anda ke e-mail: kkl_arsitekturuns@yahoo.com, sebelum 10 September 2008)”

Mencermati tulisan itu, saya mulai bertanya-tanya (kepada diri saya sendiri dan juga kepada seseorang yang tidak terlihat di samping saya). “Melihat” gejala arsitektural. Kata “melihat” saja sebenarnya mudah sekali diartikan, tetapi kalau kata itu ada di antara dua tanda kutip saya jadi bingung mengartikan maksud “melihat” itu. Mungkin “melihat lebih dalam” atau “melihat hal-hal yang terlihat tetapi punya kans besar untuk terlewatkan dari pandangan”. Menduga itu mudah, tetapi memilih salah satu dugaan yang mungkin paling mendekati benar itu juga susah. Dan masalah kedua ada pada dua kata “gejala arsitektural”. Mungkin saya memang tidak begitu cerdas dalam membaca, tetapi kata “gejala arsitektural” itu tampak terlalu umum untuk diartikan. Seperti apakah gejala arsitektural yang dimaksud? Seandainya kita memasukkan “melihat” gejala arsitektural dalam kavling Boulevard UNS, maka apakah kecenderungan banyak orang berkerumun dalam ruang terbuka seperti Boulevard itu termasuk salah satu gejala arsitektural? Apakah yang menarik semua orang itu (terutama mahasiswa) berkumpul di sana menjelang buka puasa? Apakah penjual makanan dan minuman di Boulevard yang menarik mereka datang atau malah sebaliknya? Dan yang paling penting adalah; apakah pertanyaan yang saya ajukan itu menggambarkan gejala arsitektural? Apakah sekedar gejala sosial? Ataukah kedua-duanya?


Kemudian tentang menulis/menceritakan pengalaman jalan-jalan... bisa dibilang sebagai manusia, pengalaman berjalan-jalan pasti banyak sekali. Terhitung dari sejak saya bisa mengingat dengan baik, pengalaman pertama saya jalan-jalan adalah ke Gembira Loka. Suatu kebun binatang yang hingga saat ini tidak pernah saya datangi lagi untuk kedua kalinya. Umur saya sekitar 5 tahun, saya hanya mengingat samar-samar gua berbentuk triceratops, hamparan air jernih berwarna kehijauan, dan seekor unta (bayangin, ngapain saya inget unta segala?) Oh, ada juga piknik ke Grojogan Sewu, sama sekali tidak nikmat karena saya ingat sekali saya menangis keras karena takut mendengar suara gemuruh air terjun. Yang beberapa tahun lalu saya alami adalah main ke Candi Cetho bersama teman-teman seperjuangan, naik mobil Atoz biru Donal Bebek berbekal navigasi seadanya. Saya menikmati pemandangannya, keindahan bukit-bukit teh, kesejukan udaranya, mengagumi segala ciptaan Tuhan yang saya mampu lihat, sekaligus berdebar-debar luar biasa ketika tercium bau kampas dari kap mobil Atoz tercinta. Tetapi apakah pengalaman itu termasuk dalam “melihat” gejala arsitektural?

Bisakah Bapak-Ibu Fasilitator KKL yang terhormat menjawab pertanyaan saya dan menjelaskan kepada saya?
Terima kasih sebelumnya dan selamat malam... Maaf lho kalau ngrepoti nih... he9! (^o^)v


Lesmi ‘05
Mari kita bersama menjelajahi arsitektur...

________________________________________________________________
Lesmi, terima kasih atas lontaran diskusinya. Memang, "melihat" yang kita maksudkan adalah “melihat lebih dalam” atau “melihat hal-hal yang terlihat tetapi punya kans besar untuk terlewatkan dari pandangan”(ok, kayaknya kita udah "klik" nih). Dari melihat dengan cara tersebut diharapkan kita bisa lebih meng-INGAT. Ingat di sini akan menjadi kunci kesadaran dalam mengalami .(Mata kuliah ini berusaha memasukkan pengalaman penghayatan sehari-hari secara sadar).
Tentang gejala arsitektural, sebenarnya kemarin sudah kami (tim fasilitator) bahas dengan Pak Hadi Setyawan. Perlukah definisi operasional yang baku tentang gejala arsitektural? Pada akhir perbincangan kami, muncul kesimpulan sementara untuk kita tidak memberikan definisi operasional yang mungkin bisa membatasi kreativitas teman-teman. Jadi bisa berkembang. Toh ketika kita membahas arstitektur, kita nggak bisa lepas dari bahasan aspek kehidupan lainnya kan.

Barangkali tanggapan ini belum memuaskan Lesmi. Kita bisa mendiskusikan lebih dalam di lain kesempatan.
Terimakasih.

Selamat berpetualang!
salam,
u m m u l
________________________________________________________________

SILAKAN TEMAN-TEMAN YANG LAIN BISA MENANGGAPI....

salam,

ummul

Tidak ada komentar: